Rabu, 27 Juli 2011

Laporan TVRI

Televisi Republik Indonesia (TVRI) adalah stasiun televisi pertama di Indonesia, yang mengudara pada tanggal 23 Agustus 1962[1]. Siaran perdananya menayangkan Upacara Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-17 dari Istana Negara Jakarta. Siarannya ini masih berupa hitam putih. TVRI kemudian meliput Asian Games yang diselenggarakan di Jakarta.

Dahulu TVRI pernah menayangkan iklan dalam satu tayangan khusus yang dengan judul acara Mana Suka Siaran Niaga (sehari dua kali). Pada tahun 80-an dan 90-an TVRI tidak diperbolehkan menayangkan iklan, dan akhirnya TVRI kembali menayangkan iklan. Status TVRI saat ini adalah Lembaga Penyiaran Publik. Sebagian biaya operasional TVRI masih ditanggung oleh negara.

TVRI memonopoli siaran televisi di Indonesia sebelum tahun 1989 ketika didirikan televisi swasta pertama RCTI di Jakarta, dan SCTV pada tahun 1990 di Surabaya.
SEJARAH

Latar belakang
* Pada tahun 1961, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memasukkan proyek media massa televisi ke dalam proyek pembangunan Asian Games IV di bawah koordinasi urusan proyek Asian Games IV.
* Pada tanggal 25 Juli 1961, Menteri Penerangan mengeluarkan SK Menpen No. 20/SK/M/1961 tentang pembentukan Panitia Persiapan Televisi (P2T).
* Pada 23 Oktober 1961, Presiden Soekarno yang sedang berada di Wina mengirimkan teleks kepada Menteri Penerangan saat itu, Maladi untuk segera menyiapkan proyek televisi (saat itu waktu persiapan hanya tinggal 10 bulan) dengan jadwal sebagai berikut:

1. Membangun studio di eks AKPEN di Senayan (TVRI sekarang).
2. Membangun dua pemancar: 100 watt dan 10 Kw dengan tower 80 meter.
3. Mempersiapkan software (program dan tenaga).

* Pada tanggal 17 Agustus 1962, TVRI mulai mengadakan siaran percobaan dengan acara HUT Proklamasi Kemerdekaan Indonesia XVII dari halaman Istana Merdeka Jakarta, dengan pemancar cadangan berkekuatan 100 watt. Kemudian pada 24 Agustus 1962, TVRI mengudara untuk pertama kalinya dengan acara siaran langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari stadion utama Gelora Bung Karno.
* Pada tanggal 20 Oktober 1963, dikeluarkan Keppres No. 215/1963 tentang pembentukan Yayasan TVRI dengan Pimpinan Umum Presiden RI.
* Pada tahun 1964 mulailah dirintis pembangunan Stasiun Penyiaran Daerah dimulai dengan TVRI Stasiun Yogyakarta, yang secara berturut-turut diikuti dengan Stasiun Medan, Surabaya, Makassar, Manado, Denpasar, dan Balikpapan.

Laporan RRI (Radio Republik Indonesia)

RRI ( Radio Republika Indonesia) pada awalnya merupakan radio corong pemerintah.Sebelum Indonesia merdeka RRI di katakan radio pemberontak.pada tanggal 11 september barulah di namakan RRI. RRI terdiri dari 3 programa yaitu : programa I, programa II dan programa IV. Namun perlu juga kita ketahui RRI juga memiliki programa III yang merupakan siaran dari stasiun Jakarta.
Programa didasarkan atas pendengarnya :
Programa I,
Segmen seluruh komponen masyarakat atau biasa juga di katakan(toko serba ada) gaya stail sederhana.Wilayah siarannya yaitu SUL-SEL. Siarannya ini meliputi siaran mulai dari anak-anak hingga dewasaz. Fm nya 476,19 mHz.
Programa II,
Siarannya ini meliputi Masyarakat kota dan sekitarnya. gaya yang di tampilkan adalah gaya masyarakat kota, yang mendengarkannya adalah orang-orang yang berprestasi.program di sini juga adalah program anak muda misalnya segmentasi kota,informasi dan psikolog remaja.FM nya 96 mHz
3.Programa IV,
Meliputi siaran pendidikan dan budaya.siaran budaya misalnya karya sastra

Laporan Fajar

Fajar berdiri pada tanggal 1 oktober 1981.Fajar berpindah tempat sudah tiga kali yang pertama di jl.Ahmad Yani kemudian berpindah ke Racing Center dan yang terakhir di tempat yang sekarang yakni di Jl.Urip Sumiharjo pada tanggal 7 juli 2007.
Ada dua bidang berperan penting di surat kabar yaitu
1.Redaksi yaitu tempat merencanakan,mengolah dan mengeksekusi laporan.
2.Iklan yaitu mencari iklan.
Adapun bedanya jika redaksi mengeluarkan laporan sedangkan iklan memasukkan.
Struktur redaksi
1.pimpinan redaksi yaitu penanggung jawab secara keseluruhan.
2.Redpel yaitu yang sehari-hari melakukan koordinasi dengan semua kalangan.
3.Redaktur yaitu yang bertanggung jawab pada semua kalangan.Redaktur terdiri dari beberapa bagian di antaranya redaktur ekonomi,politik dan olahraga.
4.Wartawan/redaktur yaitu bawahan redaktur yang mencari berita di lapangan atau TKP
Fajar mencetak 70.000 perhari dan 4 hari bisa selesai.mesin jalan mulai jam 7 malam sampai jam 3 subuh. Redaksi iklan tutup jam 5 sore,pendapatan iklan 70% ± 56 milyar pertahun.dan penjualan koran mencapai 30 %.
Transportasi fajar menuju ke daerah-daerah menggunakan mobil yang selalu standbai. Fajar selesai mencetak pada pukulu 2 malam. Fajar berdiri 1 oktober 1981 setiap halaman memiliki headline newa (beriat utama). Fajar berdiri 1 oktober 1981 setiap halaman memiliki headline news (berita utama)

Senin, 13 Juni 2011

MAKALAH ADOPSI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Orang yang sudah berumah tangga mendabakan kelahiran anak dalam keluarganya. Ada orang yang begitu mulai membinah rumah tangga, ingin segera mendapatkan anak, terutama bagi orang yang terlambat menglangsungkan perkawinan. Ada juga orang yang menunda masa kehamilannya, karena pertimbangan tertentu seperti melanjutkan studi tertentu, atau karena memandang dirinya masih muda dan belum matang menghadapi suasana berumah tangga. Tetapi hasrat untuk mengembangkan turunan tetap ada dalam diri masing-masing suami istri.
Kita lihat dalam masyarakat di sekitar kita, bahwa orang yang tidak mempunyai anak atau keturunan, rumah tangganya terasa sepi, hidup tidak bergairah dan dijangkiti penyakit murung, suasana terasa suram dan gelap menghadapi masa depan.
Kemudian kita juga melihat suatu kenyataan, bahwa ada diantara suami istri yang tidak mendapat keturunan sama sekali. Sedangkan pasangan suami istri itu menginginkan ada suara tawa dan tangis dalam rumah tangganya.

B. Rumusan Masalah
Sebagai mana telah dijelaskan di atas, maka pemakalah dapat merumuskan beberapa permasalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Adopsi?
2. Bagamana hukum adopsi dalam pandangan Islam?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Adopsi
Adopsi atau pengangkatan anak sudah dikenal dan berkembang sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW. Di kalangan bangsa Arab sebelum Islam (masa jahiliyah) istilah ini dikenal dengan at-Tabanni dan sudah ditradisikan secara turun-temurun.
Adopsi menurut bahasa berasal dari bahasa inggris ‘ adoption ‘, yang berarti pengangkatan atau pemungutan sehingga sering dikatakan “ adoption of child “ yang artinya pengangkatan atau pemungutan anak. Sedangkan dalam bahasa arab dikenal sebagai istilah attabanni. Tabanni secara harfiah diartikan sebagai seseorang yang mengambil anak orang lain untuk diperlakukan seperti anak kandung sendiri. Hal ini itu dilakukan untuk memberi kasih sayang, nafkah, pendidikan dan keperluan lainnya. Secara hukum anak itu bukanlah anaknya.Yang dimaksudkan sebagai mengangkat anak, memungut atau menjadikannya anak.
Sedangkan pengertian adopsi menurut istilah, dapat dikemukakan definisi para ahli antara lain :
Menurut Hilman Kusuma, S. H mengemukakan pendapatnya dengan mengatakan : “Anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga.”
Kemudian dikemukakan pendapat surojo wingjodipura, S. H dengan mengatakan : “Adopsi ( mengangkat anak ) adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain kedalam keluarga sendiri sedemikian rupa sehingga antara orang yag memungut anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama, seperti yang ada diantara orang tua dan anak.”
Pendapat para pakar yang dikemukakan itu menggambarkan, bahwa hukum adat membolehkan pengangkatan anak yang status anak tersebut disamakan dengan anak kandung sendiri. Begitu juga status orang tua angkat, sama dengan orang tua di anak angkat itu. Kedua belah pihak ( orang tua angkat dan anak angkat ) mempunyai kewajiban yang persis sama dengan hak dan kewajiban orang tua terhadap anak kandungnya, dan anak kandung terhadap orang tuanya.
Pendapat lain dikemukakan Syekh Mahmud Syaltut dengan mengemukakan definisinya sebagai berikut dengan mengatakan: “adopsi adalah seseorang yang mengangkat anak yang di ketahuinya bahwa anak itu termasuk anak orang lain. kemudian ia memperlakukan anak tersebut sama dengan anak kandungnya, baik dari segi kasih sayangnya maupun nafkahnya tanpa ia memandang perbedaan. meskipun demikian agama tidak menganggap sebagai anak kandungnya, karena ia tidak dapat disamakan statusnya dengan anak kandung.”
Definisi ini menggambarkan, bahwa anak angkat itu sekedar mendapatkan pemeliharaan nafkah, kasih sayang dan pendidikan, tidak dapat disamakan dengan status anak kandung baik dari segi pewarisan maupun dari perwalian. hal ini dapat disamakan dengan anak asuh menurut istilah sekarang ini.
Selanjutnya masih dari beliau mengemukakan pendapat yang kedua yakni :
“adopsi adalah adanya seorang yang tidak memiliki anak, kemudian ia menjadikan anak sebagai anak angkatnya, padahal ia mengetahui bahwa anak itu bukan anak kandungnya, lalu ia menjadikannya sebagai anak yang sah.”
Definisi ini menggambarkan pengangkatan anak tersebut sama dengan pengangkatan anak dijaman jahiliyah, dimana anak angkat itu sama statusnya dengan anak kandung, ia dapat mewarisi harta benda orang tua angkatnya dan dapat meminta perwalian kepada orang tua angkatnya bila ia mau dikawini.
B. Hukum Adopsi
Islam menetapkan bahwa antara orang tua angkat dengan anak angkatnya tidak terdapat hubungan nasab, kecuali hanya hubungan kasih sayang dan hubungan tanggung jawab sebagai sesama manusia. Karena itu, antara keduanya bisa berhubungan tali perkawinan, misalnya Nabi Yusuf bisa mengawini ibu angkatnya ( Zulaehah ), bekas istri raja Abdul Azis ( bapak angkat Nabi Yusuf ).
Begitu juga halnya Rasulullah Saw diperintahkan oleh Allah mengawini bekas istri Zaid sebagai anak angkatnya. Berarti antara Rasulullah dengan Zaid, tak ada hubungan nasab, kecuali hanya hubungan kasih sayang sebagai bapak angkat dengan anak angkatnya. Firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 37 :
           •         ••           •                   
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu Menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap Istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi”.
Yang dimaksud dengan orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya ialah Zaid bin Haritsah. Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dengan memberi taufik masuk Islam. Nabi Muhammad pun telah memberi nikmat kepadanya dengan memerdekakan kaumnya dan mengangkatnya menjadi anak.
Ayat ini memberikan pengertian bahwa orang boleh mengawini bekas isteri anak angkatnya.
Islam tetap membolehkan adopsi dengan ketentuan :
1. Nasab anak angkat tetap dinisbatkan kepada orang tua kandungnya, bukan kepada orang tua angkatnya.
2. Anak angkat itu dibolehkan dalam Islam, tetapi sekedar sebagai anak asuh, tidak boleh disamakan dengan status anak kandung, baik dari segi pewarisan, hubungan mahram, maupun wali ( dalam perkawinan ).
3. Karena anak angkat itu tidak boleh menerima harta warisan dari orang tua angkatnya, maka boleh mendapatkan harta benda dari orang tua angkatnya berupa hibah, yang maksimal sepertiga dari jumlah kekayaan orang tua angkatnya.
Dari segi kasih sayang, persamaan hidup, persamaan biaya pendidikan antara anak kandung dengan anak angkatnya ( adopsi ) dibolehkan dalam Islam. Jadi hampir sama statusnya dengan anak asuh.
Pengangkatan Zaid bin al-Haritsah sebagai anak angkat oleh Rasulullah dimansukh ( dibatalkan ) oleh ayat 37 dari surat al-Ahzab, dengan dibolehkannya Rasulullah mengawini bekas istri Zaid, berarti antara bapak angkat dengan anak angkat, tidak terdapat hubungan mahram.
Selain itu, Di kalangan masyarakat banyak yang belum mengerti dan faham dengan bagaimana hukum mahromnya dengan anak yang diadosinya. Orang tua anak angkat itu dengan jelas diketahui, dan si bapak angkat (bapak asuh) pun tidak mengakui anak itu sebagai anak kandunnya, di hanya mengasuhnya dan mendidiknya. Bila hal ini di kaitkan dengan perwalian dan perkawinan (bagi anak perempuan) maka tetap dihubungkan dengan orang tua kandungnya.
Namu jika seseorang mengambil anak orang lain sebagai anak angkat, dan anak tersebut dipandangnya sebagai anak kandungnya serta nasab anak tersebut di hilangkannya. Orang tua anak itu, tidak lagi di sebut dan dinasabkan kepada bapak angkat. Maka cara seperti ini dilarang oleh islam, karena memang tidak pantas menurut akal sehat, bahwa seseorang mengingkari nasab terhadap anak kandungnya dan sebaliknya mengakui anak orang lain sebagai anak kandungnya dan lahir dari tulang sulbi dan rahim istrinya. Hal ini berakibat, akan mengaburkan turunan dan pertalian darah.
Mengutip pendapat dari Abu Daud. “ Barangsiapa yang menasabkan kepada selain bapaknya atau selain maulanya, maka ia mendapatkan laknat dari Allah berturut-turut samapai hari kiamat.” H.R Abu Daud.
Mengutip pendapat dari Imam Ahmad. “ Barangsiapa yang menasabkan kepada selain bapaknya, tidak akan mencium aroma surga, sesunggunya aroma surga itu telah didapatkan dari jarak lima ratus tahun perjalanan. Dan Barangsiapa yang menasabkan kepada selian bapaknya sedangkan dia tahu, maka surga pun diharamkan terhadap dirinya.” H.R. Ahmad.
Kalau kita melihat sejarah, maka pangangkatan anak telah membudidaya pada masyarakat jahiliyah sebelum islam datang. Malahan Nabi Muhammad pun pernah pengangkat Zaid bin Haritsah sebagai anak angkat.
Zaid di beli oleh Hakim bin Hasam untuk Siti Khodijah dan setelah kawin dengan Nabi Muhammad, Zaid diberikan kepada beliau. Kemudian setelah orang tua Zaid tahu, bahwa Zaid berada bersama Nabi, dia diminta supaya bisa kembali kepada orang tuanya itu. Nabi menyuruh meilih, apakah Zaid mau kembali kepada orang tuanya, atau tetap besama beliau. Ternyata Zaid memilih Rasulullah dan sejak itu masyarakat tahu dan menyebut “Zaid bin Muhammad”, buka Zaid bin Haritsah lagi.
Agama Islam membatalkan dan tidak mengakui adat istiadat yang berlaku di masa Jahiliyah itu, karena berdampak negatif. Anak angkat dipandang sebagai anak kandung, yang semula boleh kawin kemudian diharamkan (Mahram) hukum mubah menjadi haram dan hukum haram menjadi mubah, seperti begaul dengan bebas dengan anak angkat dengan berlainan jenis kelamin, karena pada hakikatnya anak angkat itu adalah orang lain dalam lingkungan keluarga. Berkenaan dengan hal ini Allah berfirman:
•               •             •                            •        
Artinya: “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam keluarganya dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang zhihar itu sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar. Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka panggillah mereka sebgai saudara-saudaramu seagama, dan maula-maulamu (budak yang sudah merdeka). Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi yang ada dosanya apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allkah maha pengampun lagi maha penyayang” (Al- Ahzab:4-5)
Bedasarkan ayat di atas di pahami, bahwa anak angkat tidak boleh disamakan statusnya dengan anak kandung, dalam segala hal, seperti perwalian, warisan dan kewajiban-kewajiban lainnya. Bahkan Islam membenarkan seseorang kawin dengan anak angkatnya. Begiti juga anak kandung dengan anak angkatnya itu.
Agar ummat tidak berada dalam keraguan, disamping penetapan hukum dengan perkataan (Firman Allah), juga diikuti dengan penetapan hukum dengan perbuatan, yaitu Allah menyuruh Nabi Muhammad kawin dengan bekas istri Zaid bin Haritsa yang bernama Zainab bin Jahsy.
Hal ini hendaknya dapat dipahai, bahwa nabi dibenarkan kawin dengan Zainab, karena tidak ada hubungan darah antara Nabi dan Zaid bin Haritsa.
Pihak luar islam melihat persoalan ini dari segi negatifnya, bahwa Nabi muhammad telah mengawini bekas isteri anak angkat beliau itu, padahal ketetapan Allah itu hanya mempertegas, bahwa anak angkat tidak sama dengan anak kandung.
Dari uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa seseorang dapat memungut dan mengangkat anak, asal saja nasab anak tersebut tidak dihilangkan. Semua ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi anak kandung, tidak boleh diberlakukan bagi anak pungut dan anak angkat.
Islam menghendaki, bahwa pemungutan dan penganngkatan anak, lebih dititikberatkan kepada kemanusiaan yaitu perawatan, pemeliharaan, dan pendidikan anak tersebut, bukan karena alasan-alasan lain.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adopsi menurut bahasa berasal dari bahasa inggris ‘ adoption ‘, yang berarti pengangkatan atau pemungutan. Sedangkan dalam bahasa arab dikenal sebagai istilah attabanni. Tabanni secara harfiah diartikan sebagai seseorang yang mengambil anak orang lain untuk diperlakukan seperti anak kandung sendiri. Jadi, adopsi adalah pengangkatan seorang anak ke dalam keluarga dan dianggap sebagai anak sendiri, memenuhi segala kebutuhan hidupnya kecuali persoalan perwaliannya, maka di serahkan kepada ayah kandungnya.
Hukum adopsi dalam islam adalah di bolehkan, namun tetap ada beberapa hal yang mesti diperhatikan dalam hukum mahromnya misalnya jika ayah angkat dan anak angkat berlainan jenis maka tetap memiliki batas-batas berhubungan. Bahkan ayah angkat, boleh menikah dengan anak angkatnya bgitu juga dengan anak boleh menikah dengan saudara angkat yang diadopsi ayahnya.
B. Saran-Saran
Penulis menganggap bahwa dalam penyusunan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritikan dan saran yang bersifat membangun, mendidik masih sangat kami harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA

Syaltut Mahmud, Al-Fatawa, Darul Qalam, Kairo.
Yusuf Qardhawi, Al-Halal Wal Haram Fil Islam, al-Maktab al-Islam 1989.
Depertemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Surabaya, Mahkota, 1989
Adopsi Anak Menurut Islam, 2011; (http://tempatbagibagi.blogspot.com/2011/01/adopsi-anak-menurut-islam.html) di sadur pada tanggal 27 Maret 2011.
Siswanto, Dani. 2009, Adopsi Dalam pandangan Islam, (http://www.daniexe.co.cc/2009/06/adopsi-dalam-pandangan-islam.html).

by. awal.12/Juni/2011

ANTARA PAGI DAN MALAM HARI

 TENANGLAH hatiku, karena langit tak pun mendengarkan
Tenanglah, karena bumi dibebani dengan ratapan kesedihan.
Dia takkan melahirkan melodi dan nyanyianmu.
Tenanglah, kerana roh-roh malam tak menghiraukan bisikan rahasiamu, dan bayang-bayang tak berhenti dihadapan mimpi-mimpi.
Tenanglah, hatiku. Tenanglah hingga fajar tiba, kerana dia yang menanti pagi dengan sabar akan menyambut pagi dengan kekuatan. Dia yang mencintai cahaya, dicintai cahaya.
Tenanglah hatiku, dan dengarkan ucapanku.

DALAM mimpi aku melihat seekor murai menyanyi saat dia terbang di atas kawah gunung berapi yang meletus.
Kulihat sekuntum bunga Lili menyembulkan kelopaknya di balik salju.
Kulihat seorang bidadari telanjang menari-menari di antara batu-batu kubur.
Kulihat seorang anak tertawa sambil bermain dengan tengkorak-tengkorak.
Kulihat semua makhluk ini dalam sebuah mimpi. Ketika aku terjaga dan memandang sekelilingku, kulihat gunung berapi memuntahkan nyala api, tapi tak kudengar murai bernyanyi, juga tak kulihat dia terbang.
Kulihat langit menaburkan salju di atas padang dan lembah, dilapisi warna putih mayat dari bunga lili yang membeku.
Kulihat kuburan-kuburan, berderet-deret, tegak di hadapan zaman-zaman yang tenang. Tapi tak satu pun kulihat di sana yang bergoyang dalam tarian, juga tidak yang tertunduk dalam doa.
Saat terjaga, kulihat kesedihan dan kepedihan; ke manakah perginya kegembiraan dan kesenangan impian?
Mengapa keindahan mimpi lenyap, dan bagaimana gambaran-gambarannya menghilang? Bagaimana mungkin jiwa tertahan sampai sang tidur membawa kembali roh-roh dari hasrat dan harapannya?

DENGARLAH hatiku, dan dengarlah ucapanku.
Semalam jiwaku adalah sebatang pohon yang kukuh dan tua, menghunjam akar-akarnya ke dasar bumi dan cabang-cabangnya mencekau ke arah yang tak terhingga.
Jiwaku berbunga di musim bunga, memikul buah pada musim panas. Pada musim gugur kukumpulkan buahnya di mangkuk perak dan kuletakkannya di tengah jalan. Orang-orang yang lalu lalang mengambil dan memakannya, serta meneruskan perjalanan mereka.

KALA musim gugur berlalu dan gita pujinya bertukar menjadi lagu kematian dan ratapan, kudapati semua orang telah meninggalkan diriku kecuali satu-satunya buah di talam perak.
Kuambil ia dan memakannya, dan merasakan pahitnya bagai kayu gaharu, masam bak anggur hijau.
Aku berbicara dalam hati,"Bencana bagiku, karena telah kutempatkan sebentuk laknat di dalam mulut orang-orang itu, dan permusuhan dalam perutnya.
" Apa yang telah kaulakukan, jiwaku, dengan kemanisan akar-akarmu itu yang telah meresap dari usus besar bumi, dengan wangian daun-daunmu yang telah meneguk cahaya matahari?"
Lalu kucabut pohon jiwaku yang kukuh dan tua.
Kucabut akarnya dari tanah liat yang di dalamnya dia telah bertunas dan tumbuh dengan subur. Kucabut akar dari masa lampaunya, menanggalkan kenangan seribu musim bunga dan seribu musim gugur.
Dan kutanam sekali lagi pohon jiwaku di tempat lain.
Kutanam dia di padang yang tempatnya jauh dari jalan-jalan waktu. Kulewatkan malam dengan terjaga di sisinya, sambil berkata,"Mengamati bersama malam yang membawa kita mendekati kerlipan bintang."
Aku memberinya minum dengan darah dan airmataku, sambil berkata,"Terdapat sebentuk keharuman dalam darah, dan dalam airmata sebentuk kemanisan."
Tatkala musim bunga tiba, jiwaku berbunga sekali lagi.

PADA musim panas jiwaku menyandang buah. Tatkala musim gugur tiba, kukumpulkan buah-buahnya yang matang di talam emas dan kuletakkan di tengah jalan. Orang-orang melintas, satu demi satu atau dalam kelompok-kelompok, tapi tak satu pun menghulurkan tangannya untuk mengambil bahagiannya.
Lalu kuambil sebuah dan memakannya, merasakan manisnya bagai madu pilihan, lezat seperti musim bunga dari surga, sangat menyenangkan laksana anggur Babylon, wangi bak wangi-wangian dari melati.
Aku menjerit,"Orang-orang tak menginginkan rahmat pada mulutnya atau kebenaran dalam usus mereka, kerana rahmat adalah puteri airmata dan kebenaran putera darah!"
Lalu aku beralih dan duduk di bawah bayangan pohon sunyi jiwaku di sebuah padang yang tempatnya jauh dari jalan waktu.

TENANGLAH, hatiku, hingga fajar tiba.
Tenanglah, kerana langit menghembus bau amis kematian dan tak bisa meminum nafasmu.
Dengarkan, hatiku, dan dengarkan aku bicara.
Semalam pikiranku adalah kapal yang terumbang-ambing oleh gelombang laut dan digerakkan oleh angin dari pantai ke pantai
Kapal pikiranku kosong kecuali untuk tujuh cawan yang dilimpahi dengan warna-warna, gemilang berwarna-warni.
Sang waktu datang  kala aku merasa jemu  terapung-apungan di atas permukaan laut dan berkata,
"Aku akan kembali ke kapal kosong pikiranku menuju pelabuhan kota tempat aku dilahirkan."
Tatkala kerjaku selesai, kapal pikiranku
Aku mulai mengecat sisi-sisi kapalku dengan warna-warni - kuning matahari terbenam, hijau musim bunga baru, biru kubah langit, merah senjakala yang menjadi kecil. Pada layar dan kemudinya kuukirkan susuk-susuk menakjubkan, menyenangkan mata dan menyenangkan penglihatan.
Tatkala kerjaku selesai, kapal pikiranku laksana pandangan luas seorang nabi, berputar dalam ketidakterbatasan laut dan langit. Kumasuki pelabuhan kotaku, dan orang muncul menemuiku dengan pujian dan rasa terima kasih. Mereka membawaku ke dalam kota, memukul gendang dan meniup seruling.
Ini mereka lakukan karana bagian luar kapalku yang dihias dengan cemerlang, tapi tak seorang pun masuk ke dalam kapal pikiranku.
Tak seorang pun bertanya apakah yang kubawa dari seberang lautan
Tak seorang pun tahu kenapa aku kembali dengan kapal kosongku ke pelabuhan.
Lalu kepada diriku sendiri, aku berkata,"Aku telah menyesatkan orang-orang, dan dengan tujuh cawan warna telah kudustai mata mereka"

Setelah setahun aku menaiki kapal pikiranku dan kulayari di laut untuk kedua kalinya.
Aku berlayar menuju pulau-pulau timur, dan mengisi kapalku dengan dupa dan kemenyan, pohon gaharu dan kayu cendana.
Aku berlayar menuju pulau-pulau barat, dan membawa bijih emas dan gading, batu merah delima dan zamrud, dan sulaman serta pakaian warna merah lembayung.
Dari pulau-pulau selatan aku kembali dengan rantai dan pedang tajam, tombak-tombak panjang, serta beraneka jenis senjata.
Aku mengisi kapal pikiranku dengan harta benda dan barang-barang hasil bumi dan kembali ke pelabuhan kotaku, sambil berkata, "Orang-orangku pasti akan memujiku, memang sudah pastinya. Mereka akan menggendongku ke dalam kota sambil menyanyi dan meniup trompet"
Tapi ketika aku tiba di pelabuhan, tak seorangpun keluar menemuiku. Ketika kumasuki jalan-jalan kota, tak seorang pun memerhatikan diriku.
Aku berdiri di alun-alun sambil mengutuk pada orang-orang bahwa aku membawa buah dan kekayaan bumi. Mereka memandangku, mulutnya penuh tawa, cemoohan pada wajah mereka. Lalu mereka berpaling dariku.
Aku kembali ke pelabuhan, kesal dan bingung. Tak lama kemudian aku melihat kapalku. Maka aku melihat perjuangan dan harapan dari perjalananku yang menghalangi perhatianku. Aku menjerit.
Gelombang laut telah mencuri cat dari sisi-sisi kapalku, tak meninggalkan apa pun kecuali tulang belulang yang bertaburan.
Angin, badai dan terik matahari telah menghapus lukisan-lukisan dari layar, memudarkan ia seperti pakaian berwarna kelabu dan usang.
Kukumpulkan barang-barang hasil dan kekayaan bumi ke dalam sebuah perahu yang terapung di atas permukaan air. Aku kembali ke orang-orangku, tapi mereka menolak diriku karena mata mereka  hanya melihat bagian luar.
Pada saat itu kutinggalkan kapal pikiranku dan pergi ke kota kematian. Aku duduk di antara kuburan-kuburan yang bercat kapur, merenungkan rahasia-rahasianya.

TENANGLAH, hatiku, hingga fajar tiba.
Tenanglah, meskipun prahara yang mengamuk mencerca bisikan-bisikan batinmu, dan gua-gua lembah takkan menggemakan bunyi suaramu.
Tenanglah, hatiku, hingga fajar tiba. Karena dia yang menantikan dengan sabar hingga fajar, pagi hari akan memeluknya dengan semangat.
NUN di sana! Fajar merekah, hatiku. Bicaralah, jika kau mampu bicara!
Itulah arak-arakan sang fajar, hatiku! Akankah hening malam melumpuhkan kedalaman hatimu yang menyanyi menyambut fajar?
Lihatlah kawanan merpati dan burung murai melayang di atas lembah. Akankah kengerian malam menghalangi engkau untuk menduduki sayap bersama mereka?
Para pengembala memandu kawanan dombanya dari tempat ternak dan kandang.
Akankah roh-roh malam menghalangimu untuk mengikuti mereka ke padang rumput hijau?
Anak lelaki dan perempuan bergegas menuju kebun anggur. Kenapa kau tak beranjak dan berjalan bersama mereka?
Bangkitlah, hatiku, bangkit dan berjalan bersama fajar, kerana malam telah berlalu. Ketakutan malam lenyap bersama mimpi gelapnya.
Bangkitlah, hatiku, dan lantangkan suaramu dalam nyanyian, karena hanya anak-anak kegelapan yang gagal menyatu ke dalam nyanyian sang fajar.

Oleh > Kahlil Gibran